Oleh: Prof Dr Rokhmin Dahuri MS
Rasulullah saw bersabda, “Tidaklah seorang penguasa diserahi urusan kaum muslim, kemudian ia mati, sedangkan ia menelantarkan urusan tersebut, kecuali Allah mengharamkan surga untuknya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Imam Fudhail bin Iyadh menuturkan, hadits ini merupakan ancaman bagi siapa saja yang diserahi Allah SWT untuk mengelola urusan kaum muslim (publik), baik urusan agama maupun dunia, kemudian ia berkhianat. Maka, ia telah terjatuh pada dosa besar dan akan dijauhkan dari surga.
Penelantaran bisa berbentuk tidak menjelaskan urusan-urusan agama kepada umat, tidak menjaga syariah Allah dari unsur-unsur yang bisa merusak kesuciannya, mengubah makna ayat-ayat Allah dan mengabaikan hudûd (hukum-hukum Allah).
Atau berupa pengabaian terhadap hak-hak umat, tidak serius untuk mensejahterakan umat, tidak menjaga keamanan mereka, tidak berjihad untuk mengusir musuh-musuh mereka, dan tidak menegakkan keadilan di tengah-tengah mereka.
Kekuasaan adalah amanah. Amanah adalah taklif hukum dari Allah SWT. Imam Ibnu Katsir menjelaskan, “pada dasarnya amanah adalah taklif (syariah Islam) yang harus dijalankan dengan sepenuh hati, dengan cara melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya.''
''Jika ia melaksanakan taklif tersebut maka ia akan mendapatkan pahala di sisi Allah. Sebaliknya, jika ia melanggar maka ia akan memperoleh siksa.”
Sikap amanah seorang penguasa terlihat dari tata caranya dalam mengurusi masyarakat berdasarkan aturan-aturan Allah. Ia juga berusaha keras untuk menghiasi dirinya dengan akhlak mulia dan sifat-sifat kepemimpinan yang luhur.
Penguasa amanah tidak akan membohongi rakyatnya, dan tidak membiarkan rakyatnya menderita kelaparan serta tertimpa kemiskinan. Ia pun tidak mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang tidak berpihak kepada rakyat dan agama Allah.
Sejak diutusnya Rasulullah saw, tidak ada sistem kehidupan manusia yang mampu melahirkan para penguasa yang amanah dan agung, kecuali dalam masyarakat Islam.
Kita mengenal Khulafaur Rasyidin, Umar bin Abdul Azis, Harun Al-Rasyid, dan pemimpin muslim lainnya yang terkenal sangat arif, berani dan tegas dalam membela hak rakyat, mensejahterakan, dan melindungi mereka dari gempuran kemaksiatan.
Mereka adalah negarawan ulung yang sangat dicintai oleh rakyatnya dan disegani oleh lawan-lawannya. Mereka hidup bahagia, dengan penuh kesederhanaan dan tawadu kepada Allah.
Contohnya Khalifah Umar bin Khaththab, seorang kepala negara yang tegas dan sangat disiplin. Beliau tidak segan-segan merampas harta para pejabatnya yang ditengarai berasal dari jalan haram.
Beliau juga dikenal sebagai sosok pemimpin yang sangat mencintai rakyatnya. Dikala musim paceklik, beliau berkeliling negeri untuk mengecek langsung apakah ada rakyat yang kelaparan.
Begitu dijumpai ada keluarga yang tidak makan, Amirul Mukminin membawa sendiri sekarung gandum untuk diserahkan kepada keluarga tersebut. Inilah secuil keteladanan yang bisa kita ambil dari Khulafaur Rasyidin dalam memimpin umat.
Di tengah banyaknya saudara kita yang menganggur dan miskin, serta korupsi yang kian merajalela, sementara sistem kehidupan kapitalisme di ambang kematian; sungguh, kehadiran seorang penguasa amanah yang selalu berjalan sesuai dengan aturan Allah merupakan dambaan dan impian umat manusia saat ini.
Sayangnya, impian ini masih sebatas impian. Perilaku dan kebijakan para penguasa kaum Muslim saat ini tidak berbeda dengan kaum sekuler-kapitalis yang mengabaikan aturan Allah.
Karena itu, saatnya penguasa meneladani Rasulullah saw dan para sahabat untuk memiliki sifat amanah dalam mengurusi rakyat, sehingga kerinduan akan hadirnya penguasa amanah dalam mensejahterakan rakyat dapat segera terwujud. Amin ya robbal a’lamin.
Sumber