Pada (31/5/2012) di Belgia, seorang Muslimah ditangkap oleh polisi karena memakai niqab (cadar), Muslimah itu tiba-tiba didatangi oleh polisi dan dan diminta untuk membuka cadarnya untuk pemeriksaan identitas, namun setelah pemeriksaan identitas, polisi tetap memaksa Muslimah itu untuk dibawa ke kantor polisi. Di kantor polisi, ia dicaci maki, pakaiannya dirobek-robek, dan dipukuli hingga ia mengalami gegar otak dan luka-luka yang mengharuskan ia dirawat di rumah sakit.
Berikut ini ia menceritakan fakta bagaimana insiden itu terjadi hingga ia harus dibawa ke gawat darurat. Diterjemahkan dari video dan transkrip yang dipublikasikan oleh Izharudeen.com.
Cerita berikut mungkin hanya satu dari sekian kasus diskriminasi dan kekejaman yang terjadi di Eropa terhadap saudari-saudari kita yang memakai niqab.
***
Bissmillahirrahmanirrahiim
Semoga salam dan keberkahan tercurah kepada mereka yang mengikuti kebenaran.
Saya adalah Stephanie Djato, saya seorang gadis muda yang diserang pada saat pemeriksaan identitas oleh polisi Molenbeek, saya seorang Muslimah yang telah masuk Islam empat tahun lalu. Dan sekarang saya memakai niqab selama hampir 4 tahun. Dan selama itu saya tidak pernah menemukan masalah karena niqab ini hingga pada hari di tanggal 31 Mei 2012.
Jadi, saya akan memberikan fakta berdasarkan versi saya. Sebelum saya memulainya, izinkan saya mengatakan bahwa saya tidak menyeru untuk kebencian atau apapun. Video ini, hanyalah dibuat dengan tujuan untuk mengklarifikasi masalah sebenarnya dan untuk memberitahu kebenarannya, karena semua yang disebarkan oleh orang-orang sejauh ini hanyalah kebohongan.
Jadi, pada hari Kamis pagi itu pada 31 Mei 2012, saya duduk di deretan trem di Jette dan bukan Molenbeek seperti yang media klaim. Saya sedang menunggu trem (transportasi umum listrik –red) menuju rumah sakit di mana saya punya janji pada jam 12. Sebuah janji yang cukup penting. Kemudian datanglah 2 petugas polisi menghampiri saya dan meminta saya untuk menunjukkan kartu identitas (ID) saya. Saya langsung bekerjasama dan saya telah memberikan ID saya tanpa membuat masalah apapun. Kemudian mereka bertanya apakah saya mau melepaskan niqab saya sehingga mereka dapat mengidentifikasi saya.
Saya jawab, itu bukan masalah, tetapi setelah pemeriksaan ID saya akan menutup wajah saya kembali. Pernyataan saya membuat marah para petugas polisi itu. Mereka mengatakan bahwa hukum melarang burqa dan bahwa saya tidak memiliki hak untuk memakai burqa saya kembali setelah pemeriksaan ID dilakukan. Tentu saja saya menolaknya. Kemudian saya menjelaskan kepada mereka bahwa ini bukan pertama kalinya saya menjadi sasaran pemeriksaan ID semacam ini oleh polisi dan polisi tidak pernah meminta saya untuk melepaskan niqab saya lagi setelah pemeriksaan selesai. Umumnya, sebuah pemeriksaan ID berlangsung dengan mudah, pada pemeriksaan ID lalu, saya memberikan ID saya, saya menunjukkan wajah saya kepada polisi dan mereka mengidentifikasi saya dan mereka membiarkan saya pergi tanpa masalah, tetapi tentu saja dengan denda yang selalu saya bayar setelah itu.
Tetapi pada 31 Mei itu, tidak berlangsung sebagaimana pemeriksaan ID sebelumnya, hal itu benar-benar berlangsung salah. Alasannya mengapa, saya tidak tahu. Setelah saya menolak untuk melepaskan niqab saya secara permanen setelah pemeriksaan ID, mereka menawarkan, sebenarnya mereka bukan menawarkan kepada saya tetapi mereka telah memaksa saya untuk masuk ke dalam mobil untuk membawa saya ke kantor polisi. Saya masuk ke dalam mobil tanpa membuat masalah apapun, saya bangkit dari tempat pemberhentian dan telah mengikuti mereka masuk ke dalam mobil dan saya dibawa di dalam mobil.
Saat itu di mobil saya ingin mengambil telepon saya untuk memberitahu rumah sakit bahwa saya tidak akan tepat waktu mengenai janji saya karena saya terlambat, telah pukul 11:30 dan saya punya janji pukul 12, jadi saya sadar pasti bahwa saya terlambat satu jam.
Polisi wanita yang berada di kursi belakang bersama saya berusaha menarik telepon saya. Dia mengatakan bahwa saya telah dicabut dari kebebasan saya dan bahwa saya tidak punya hak untuk menelepon. Terkait ini maka saya menjawab bahwa saya punya pertemuan yang sangat penting, saya tidak bisa melewatkan janji ini dan biarkan saya untuk memberitahu mereka dan meminta apakah ada kemungkinan saya bisa datang kemudian setelah pemeriksaan ID ini selesai. Petugas polisi itu kemudian menjawab: “Dengarkan, tidak perlu kau memberitahu mereka bahwa kau akan terlambat hari ini karena kau sedang tidak pergi ke rumah sakit. Kau akan berada selama 24 jam di sel penjara!.”
Maka saya menjawab: ”Apakah ini sebuah ancaman?”, dia menjawab: ”Tidak, sama sekali tidak. Tetapi kami akan mengajarimu sebuah pelajaran jadi kau belajar untuk menghormati hukum!.”
Kalian harus tahu bahwa di sana telah terjadi ancaman, hinaan, komentar-komentar rasis ditujukan langsung kepada keimanan saya, niqab saya…
Tetapi di dalam mobil tidak ada kekerasan. Saya ingin menekankan, karena para jurnalis mengatakan bahwa polisi telah menyerang saya pada saat awal pemeriksaan ID, ini tidak benar. Sehingga pada poin ini tidak ada kekerasan, tidak dari pihak saya atau dari pihak mereka.
Ketika tiba di kantor polisi, mereka menempatkan saya di sebuah ruangan, itu bukan sebuah kantor, itu seperti ruang penyimpanan. Di sana mereka menginggalkan saya dengan keberadaan 3 wanita yang mengintimidasi dan mencaci saya, dan lain-lain. Mereka meminta saya melepaskan cadar saya, setidaknya ini yang saya pahami dari pertanyaan mereka, mereka menjawab: “ini bukan apa yang kami maksud. Maksud kami adalah semuanya. Apa yang menutupi wajahmu, rambut dan tubuhmu kau harus lepaskan. Kau harus melepaskan semuanya!.” Maka saya menolak karena saya tidak mengerti mengapa saya harus menanggalkan pakaian sepenuhnya untuk sebuah pemeriksaan ID. Saya mendapati bahwa ini adalah sebuah ketidakadilan besar dan penghinaan jadi saya menolaknya. Kemudian mereka mulai mencaci saya, mereka mengatakan bahwa kita tidak sedang berada di dalam sebuah sirkus, lepaskan kostum itu, dan segala pernyataan yang menyerang,…
Saya tetap teguh, saya tidak ingin diri saya sendiri menanggalkan pakaian di hadapan siapapun dan pastinya tidak di hadapan wanita non-Muslim. Ini hal yang tidak terpikirkan oleh saya. Kemudian saya berkata dengan jelas bahwa saya tidak akan sepenuhnya melepaskan niqab saya, saya tunjukkan wajah saya, kalian dapat mengidentifikasi saya dan saya tidak akan menanggalkan pakaian. Kemudian mereka berkata, jika kau tidak ingin menanggalkan pakaian sendiri secara rela kami akan memaksamu untuk menanggalkan pakaian.
Pada saat itu seorang petugas polisi melompat ke belakang saya, memegang tangan saya di balik punggung saya untuk menahan. Dan dua lainnya menghampiri saya untuk memaksa saya melepaskan jilbab saya. Karena itu adalah jilbab yang panjang dengan kancing dan ikatan, mereka mendapatkan kesulitan untuk melepaskannya. Saya melawan atas penanggalan pakaian ini dan mereka menendang saya, dan memukul perut saya dan sedikit ke semua bagian.
Pada saat yang sama dia berusaha untuk merobek jilbab saya. Para wanita yang mengalami kesulitan untuk melepaskan jilbab saya kemudian memanggil bantuan laki-laki untuk datang untuk menolong mereka. Ketika para pria itu datang, mereka tiba-tiba mulai memukuli saya sedikit di semua bagian di tubuh saya. Mereka terus menarik jilbab saya yang mereka lakukan di sebagian besar bagian tetapi masih menempel di leher dan pergelangan tangan saya. Pada saat itu mereka meminta bantuan pria ketiga yang disuruh untuk membawa gunting. Mereka mendorong saya ke lantai dan petugas pria duduk di bokong saya dan ia mulai menggunting baju saya. Jilbab saya, niqab dan pakaian dalam.
Jadi saya berada di lantai dengan polisi di punggung saya yang merobek baju saya dengan gunting dan sisanya dengan tangannya. Sementara itu, saya ditendang lagi di wajah saya dan dipukul di tubuh saya oleh dua polisi yang berdiri di samping saya. Ada tendangan yang menyebabkan saya gegar otak. Gegar otak saya benar-benar disebabkan oleh tendangan-tendangan ke kepala saya. Ketika saya berbaring di lantai, dia (polisi wanita) membenturkan kepala saya ke ubin lantai. Pada saat itu, seorang polisi laki-laki datang dan dia memborgol tangan saya. Dengan tangan saya di belakang punggun saya.
Rambut saya diikat dalam simpul, dia menarik karet gelang dari rambut saya dan dia menarik saya dengan rambut saya dan menempatkan saya di kaki saya. Dia menarik rambut saya dan borgol saya, dan saya duduk dengan kedua lutut saya. Kemudian salah satu polisi yang berada di depan saya dan memukuli saya pada wajah, saya berusaha untuk membela diri dan terus-menerus mengalihkan wajah saya dari pukulan petugas polisi. Kepala saya tiba-tiba menghantam kepalanya yang menyebabkan petugas polisi itu patah hidungnya.
Saya ingin mengklarifikasi bahwa ini bukan niat saya, ini terjadi pada saat perkelahian di mana semua agen itu memukuli saya dan saya ingin mempertahankan diri saya dari pukulan-pukulan mereka, dan pastinya terhadap wajah saya, karena pukulan dan tendangan keras tiba di kepala saya. Kemudian kepala saya menghantam hidung petugas polisi wanita itu.
Ketika dia mendapatkan tandukan kepala dia marah besar. Itu saatnya polisi benar-benar menjadi liar dan mereka melemparkan saya kembali ke lantai dan mulai menanggalkan pakaian saya sepenuhnya, mereka mulai menggunting pakaian dalam saya dan melepas celana panjang saya. Saya menjadi telanjang. Seorang pria duduk di atas saya dan mengatakan: “Kami akan menunjukkan kepadamu hal-hal yang lebih buruk dari Guantanamo!,” dia berkata: “Ini lebih buruk daripada Guantanamo,” dan mereka mulai tertawa. Mereka menyakiti saya, seorang Muslimah, Islam…
Di sana ada beberapa bagian kecil kain yang tergantung di leher saya, pria yang duduk di atas saya menariknya kembali, dia mencekik saya dengan potongan niqab saya.
Saya mendapatkan kesan bahwa saya sedang sekarat, saya lemas, saya tidak dapat bernafas, saya gemetar dan mata saya memutar ke belakang (atas), saya panik. Saya pikir saya akan mati. Saya menjerit dalam kepanikan, gelisah, saya sangat stress, saya berteriak: “Hentikan, tolong hentikan, saya akan melakukan apa yang kalian inginkan, tetapi tolong hentikan, hentikan penyiksaan ini saya akan melakukan apa yang kalian inginkan, kalian mau membunuh saya!”.
Kemudian mereka menjawab: “Kau bisa mati!” dan kemudian mereka menghina saya, mereka mengatakan hal-hal yang tidak dapat disebutkan. Pada saat itu, saya menerima banyak sekali pukulan, saya pingsan di lantai, saya tidak dapat bergerak, dan saya berteriak sangat banyak sehingga saya tidak bisa berteriak lagi. Kemudian saya mengingat kata-kata terakhir yang saya dapat katakan, itu adalah do’a yang mana saya memohon kepada Allah untuk mematahkan punggung mereka, dan untuk menghukum mereka atas semua ketidakadilan yang mereka lakukan terhadap saya. Ketika dia (polisi wanita) mendengarnya, mereka benar-benar membantai saya, mereka tidak tahan dengan kata-kata itu, namun saya bersumpah bahwa saya tidak menyinggung. Dan saya memohon sebelumnya untuk berhenti menyerang saya. Mereka telah memukuli saya sangat sampai-sampai saya tidak dapat bicara dan bergerak.
Ketika mereka menyadari bahwa mereka telah terlalu jauh dan mereka mengambil celana panjang saya kembali dan mereka menutupi saya pada bagian atas. Mereka menyeret saya sehingga saya dapat bangun dan mereka menyeret saya ke departemen polisi di depan semua rekan mereka. Rekan-rekan mereka itu bertanya, “Siapa ini?”, polisi berkata: “Ini adalah seorang burqa, ini adalah seorang burqa!.” Bagi saya ini adalah penghinaan tiga kali lipat karena saya setengah telanjang dan ini adalah penghinaan besar terhadap saya, karena saya merasakan bagaiamana setiap orang memandang saya, saya merasa kotor dengan mata-mata mereka yang fokus terhadap tubuh saya, ini adalah penghinaan bagi saya.
Mereka mengarak saya selama 5 menit atau lebih di seluruh kantor polisi. Dan mereka memekik: “Lihatlah, lihatlah ini seorang burqa (gadis berpakaian burqa –red)!.”
Dan sampai akhir, mereka melemparkan saya di dalam sebuah sel selama 2 jam. Saya mereka sangat mual, saya mendapatkan masalah, saya mulai bergetar dan mulai muntah dan terus muntah, saya sangat sakit. Setelah itu mereka terpaksa untuk memanggil seorang dokter. Mereka tiba-tiba mengirim saya ke UGD. Saya sekarang akan bercerita bagaimana mereka membawa saya dari kantor polisi ke UGD.
Beberapa rumor merebak bahwa saya meninggalkan di kantor polisi dalam keadaan telanjang, beberapa mengatakan bahwa saya benar-benar tertutup dengan jilbab saya ketika saya meninggalkan kantor polisi, ini setidaknya apa yang polisi klaim.
Ini sungguh tidak benar. Apa yang terjadi, saya akan jelaskan. Ketika mereka menarik saya keluar dari penjara, dan mereka mengatakan saya akan dibawa ke rumah sakit, saya meminta mereka untuk memberikan kembali jilbab saya sehingga saya dapat meninggalkan kantor polisi dengan kain penutup. Ketika saya berusaha untuk menutupi diri saya saya melihat jilbab saya telah robek jadi saya tidak dapat memakainya kembali. Kemudian saya mengatakan kepada mereka bahwa saya tidak akan meninggalkan kantor polisi dengan keadaan setengah telanjang. Lalu saya meminta apakah saya dapat menelepon seseorang, seseorang yang dapat memberi saya pakaian untuk menutupi tubuh saya, sebuah jilbab. Saya kemudian menelepon seseorang dan orang itu berkata bahwa dia akan berada di sana (kantor polisi) dalam satu jam. Orang itu meminta polisi untuk menunggu. Polisi itu kemudian menjawab bahwa mereka tidak punya waktu untuk menunggu. Dan dia memintanya untuk mengirim ke rumah sakit.
Kemudian mereka membawa saya ke luar kantor polisi dengan setengah telanjang, hanya dengan celana panjang dan atasan kecil, tanpa pakaian dalam. Saya tidak memiliki rompi, tidak juga jilbab atau apapun. Mereka membawa saya seperti itu ke UGD. Sementara polisi berharap untuk pernyataan dari dokter bahwa saya dapat meninggalkan rumah sakit untuk kembali ke sel, meskipun kondisi medis saya. Dokter menolaknya. Setelah beberapa pemeriksaan, dokter menemukan bahwa saya mengalami gegar otak dan luka-luka.
Dokter telah memiliki beberapa daftar dan juga laporan yang disusun. Sehingga bagi mereka yang mengatakan apa yang saya katakan, saya memiliki bukti-bukti laporan yang membenarkan apa yang saya katakan dan saya memiliki semua dokumennya.
Jadi saya pikir, saya telah menceritakan semuanya, kebenaran, versi sebenarnya dari fakta-fakta. Tentu saya menceritakan semuanya pada umumnya saja tanpa terlalu rinci. Hal terpenting yang perlu kalian ketahui. Saya menekankan bahwa saya merekam video ini semata-mata dengan tujuan untuk menceritakan kebenaran kepada semua orang. Orang-orang Muslim, non-Muslim, saya mengklarifikasi bahwa saya tidak menyeru untuk kebencian. Saya berharap cerita ini akan mengakhiri kebohongan, dan kebenaran yang berlaku.
Sumber