Assalamualaikum wr wb.
Ustaz, karena mahalnya harga daging di pasar, pemerintah kita mengimpor daging. Bagaimana hukumnya daging impor itu karena berasal dari negara yang mayoritas penduduknya non-Muslim?
Rizqon Karim - Temanggung
Waalaikumussalam wr wb
Allah SWT berfirman, “Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi al-Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal (pula) bagi mereka.” (QS al-Maidah [5]: 5).
Dalam ayat ini, Allah menjelaskan bahwa makanan ahli kitab, yaitu kaum Yahudi dan Nasrani halal bagi kaum Muslimin. Para ulama menjelaskan, ayat ini lebih menerangkan tentang sembelihan ahli kitab yang dihalalkan bagi umat Islam.
Berdasarkan ayat di atas, sembelihan orang kafir selain ahli kitab adalah haram. Karena itu, daging yang diimpor dari negara-negara yang mayoritas rakyatnya adalah kaum musyrik, seperti beragama Hindu, Buddha, atau kaum ateis hukumnya haram bagi umat Islam.
Kecuali, ada bukti yang kuat bahwa yang melakukan penyembelihan di negara itu adalah orang Islam atau ahli kitab.
Adapun untuk daging hasil sembelihan ahli kitab, para ulama menjelaskan bahwa sembelihan ahli kitab yang dihalalkan itu adalah jika mereka menyembelihnya sebagaimana umat Islam menyembelih hewan ternak mereka, yaitu dengan memotong tenggorokan hewan.
Bahkan, sebagian ulama mengatakan, sembelihan mereka itu haruslah dengan menyebut nama Allah karena mereka dahulunya juga menyebut nama Allah ketika menyembelih hewan ternak mereka.
Namun, mayoritas ulama mengatakan itu tidak disyaratkan karena Allah membolehkan memakan sembelihan mereka, meskipun Allah tahu apa yang mereka katakan ketika menyembelihnya, yaitu menyebut nama selain Allah.
Apabila hewan ternak itu disembelih tidak dengan cara yang diajarkan dalam syariat Islam, seperti dengan disetrum aliran listrik, dipukul, atau ditembak kepalanya, menurut mayoritas ulama, hukumnya adalah haram.
Hukumnya sama dengan bangkai yang diharamkan oleh Allah. “Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala.” (QS al-Maidah [5]: 3).
Adapun jika tidak diketahui apakah hewan ternak itu disembelih secara syar’i atau tidak maka kita melihat kebiasaan penyembelihan dan yang berlaku umum di negara tersebut.
Jika di negara tersebut kalangan ahli kitab terbiasa atau sudah menjadi budaya mereka menyembelih hewan ternak secara syar’i, boleh bagi kita memakan daging hasil sembelihan mereka.
Sebaliknya, jika di negara tersebut hewan ternak biasa disembelih secara tidak syar’i maka haram bagi umat Islam untuk mengonsumsi daging tersebut.
Dan, Rasulullah mengajarkan kepada kita menjauhi segala sesuatu yang diragukan kehalalannya (syubhat) karena itu akan menyelamatkan.
Dari Nu’man bin Basyir, dia berkata, “Saya mendengar Rasulullah bersabda, ‘Sesungguhnya yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas. Di antara keduanya terdapat perkara-perkara yang syubhat (samar-samar) yang tidak diketahui oleh orang banyak. Siapa yang takut terhadap perkara syubhat berarti dia telah menyelamatkan agama dan kehormatannya. Dan siapa yang terjerumus dalam perkara syubhat, berarti telah terjerumus dalam perkara yang diharamkan. Sebagaimana penggembala yang menggembalakan hewan gembalaannya disekitar (ladang) yang dilarang untuk memasukinya, maka lambat laun dia akan memasukinya. Ketahuilah bahwa setiap raja memiliki larangan dan larangan Allah adalah apa yang Dia haramkan.’” (HR Bukhari dan Muslim).
Saat ini, daging impor Australia memang diragukan kehalalannya oleh sebagian masyarakat yang perhatian dengan masalah halal dan haram.
Tapi, saya berprasangka baik kepada departemen terkait bahwa mereka bertanggung jawab terhadap pengawasan dan kehalalan daging impor. Wallahu a’lam bish shawab
Ustaz Bachtiar Nasir
Sumber