Di antara barisan tiang besar lapangan Santo Petrus, Sarwar Jahan menjajakan souvenirnya. Dengan senyum ramah, ia tawarkan berbagai pernak-pernik khas Italia. Jahan adalah pendatang baru penjaja pernak-pernik.
Seperti hal yang lain, Jaham bukanlah seorang Katolik maupun kelahiran Italia. Ia seorang Muslim asal Bangladesh yang mencari peruntungan di negeri asal Spaghetti. Di Italia, Muslim membentuk komunitas agama terbesar kedua di Italia.
Sejumlah riset memperkirakan populasi Muslim mencapai 1.5 juta jiwa. Pada tahun 2030, jumlahnya diperkirakan meningkat dua kali lipat.Saat ini, Islam belum diakui secara resmi oleh Italia. Itu sebabnya, tidak ada satupun organisasi Islam yang mendapatkan dana guna mengembangkan dakwah Islam.
Beruntung, sejumlah negara Timur Tengah mengucurkan dana guna membantu mereka."Banyak tantangan yang kami hadapi saat ini. Seperti misal, pandangan negatif terhadap Islam dan keberagaman populasi Muslim Italia," komentar Mustafa Cenap Aydin, Direktur Instituto Tevere, seperti dikutip The Washington Post, Rabu (29/5).
Menurut Mustafa, tantangan lain yang tak kalah penting adalah sekitar 95 persen populasi Muslim berasal dari luar Italia. Dari kondisi ini, Muslim Italia seolah kehilangan jadi dirinya. Mereka seperti masih dalam peralihan dari seorang Muslim yang belum menjadi bagian dari Italia.
"Kita akui, kami masih terjebak dalam pertanyaan apakah anda seorang Muslim atau Italia," komentar Abdel Latif Chalikandi, pengacara dan mediator budaya Masjid Roma.
Pencarian identias belum selesai, Muslim Italia harus beradaptasi dengan makanan dan kebiasaan baru. Yang lebih penting lagi, menyesuaikan ajaran Islam dengan budaya Italia akan sangat sulit."Kami memang diberikan kebebasan. Namun, akan ada masalah seperti sunat, kuburan Muslim, daging halal atau minuman beralkohol," kata Sharif Ahmad, pelayan restoran Italia.
Sumber